Aku Tervonis
Ketika idealisme dan subjektifitas seseorang bertemu maka sebuah vonis akan keluar dari hati dan bukan melalui otak. Baik itu vonis yang merugikan ataupun yang tidak bagi pihak tervonis. Aku tidak setuju sekali dengan apa yang namanya “subjektifâ€ÂÂ, yang akhirnya memandang ke arah yang negatif tanpa memandang segi positifnya. Ironis memang.
ÂÂÂ
Tanpa ada alasan yang jelas dan pemberitahuan yang akurat, sang tervonis pun seribu kali bertanya. Kenapa? dan kenapa? Kalau memang sang tervonis bersalah, seharusnya memberitahu kejelasan kesalahan supaya nantinya tervonis masih bisa mengoreksi diri. Seberapa jauhkan tindakannya itu yang membuat dia divonis? Berkali-kali tervonis mengira dan menerka alasan-alasan yang membuat dia divonis. Bisa dibilang “pengecutâ€ÂÂ, tidak berani memberitahukan langsung kepada tervonis.
ÂÂÂ
Sebuah fenomena yang mungkin sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang perlu digaris bawahi di sini adalah bagaimana kita menyikapi terhadap idealisme dan subjektifitas seseorang dan berusaha memperbaiki diri, dan berintropeksi diri. Berusaha beradaptasi dengan idealisme orang satu dengan yang lain.
ÂÂÂ
—————————-
ÂÂÂ
Aku tervonis, sebuah kata yang mungkin sebagai hadiah tahun baru 2007 — kata temenku J —. Sadar atau tidak sadar aku pun ikhlas akan vonis ini. Berkali-kali pertanyaan “kenapa?†menghantui pikiranku. Aku mulai tenggelam mengingat tindakan-tindakanku yang mungkin membuatku divonis seperti saat ini. Aku pun menemukannya. Mungkin ini, kenapa aku divonis.
ÂÂÂ
Tapi kalau ini memang alasan yang kuat yang menjadikan aku divonis, yaa mungkin masuk akal juga. Tapi sejauh aku bertindak masih dalam keadaan yang normal alias tidak merugikan sebelah pihak — tindakan ini sudah menjadi keharusan di tempatku yang lama –. Malah aku berusaha memberikan yang terbaik. Tapi kenapa aku salah? Ataukah ini cuma terkaan belaka? Nggak tahu juga.
ÂÂÂ
Yang penting aku harus “semangat.â€ÂÂ, seperti kata-kata temen di Tsabita dulu. Dan menjadikan ini sebagai pelajaran.
ÂÂÂ
—————————-
Untuk sahabat-sahabatku, thanks a lot yah. Telah mengisi hari-hariku dengan penuh warna. Memberikanku power untuk tetep semangat.
Yup semangat, seperti password kita dulu ;D
mungkin karena terlalu banyak orang kali Win,
Oh iya … dari dulu aku udah bilang, kamu tuh punya kemampuan nulis yang bagus… coba ikutan FLP siapa tahu bisa semakin diasah
Harus tetetp semangat 🙂
Iya kali yah.
Gimana caranya ikut FLP? Kayaknya tulisanku biasa aja, nggak ada segi positifnya.
yang jelas aku sebagai pihak yang mungkin turut andil terjadinya vonis itu minta maaf ya ^:)^
wew, nggak kok Jok. Nggak ada yang salah, cuma aku aja yang nggak bisa ngemban amanah dari temen-temen. Ternyata vonis ini bisa menyenangkan, bisa terlepas dari idialisme dan ego kalii yah.
Padahal tahu nggak? hal yang paling berat dalam hidup ini (menurut imam ghozali) adalah memegang amanah. Yaa aku nggak bisa memegang amanah yang diberikan kepadaku. Munafik kah aku? Kini hari-hariku dihantui oleh rasa bersalah. Tapi aku nggak tahu…
Ah mboh, aku mumet…